Home » Sudut Pandang » Strategi Integrasi Desain untuk Mengoptimasi Pencahayaan Daylighting dan Kenyamanan Termal pada Bangunan Hemat Energi

Strategi Integrasi Desain untuk Mengoptimasi Pencahayaan Daylighting dan Kenyamanan Termal pada Bangunan Hemat Energi

Pencahayaan Daylighting dan Kenyamanan Termal

Seperti kita ketahui, kita membutuhkan cahaya untuk menerangi kita disetiap kegiatan. Oleh karena itu, dibutuhkan pencahayaan yang cukup agar mata tidak cepat lelah dan tidak menyebabkan gangguan penglihatan. Berdasarkan data yang ada, sebanyak 20,7% pemakaian energi, dalam skala nasional, dialokasikan untuk listrik, yang mana salah satu diantaranya dipakai untuk pencahayaan [1]. Hal ini disebabkan oleh penduduk Indonesia yang cenderung menghindari masuknya cahaya matahari ke dalam ruang dengan pertimbangan ketakutan yang berlebihan ruangan menjadi panas dan silau, sehingga dibutuhkan strategi agar bangunan dapat memberikan kenyamanan termal. Szokolay, dalam “Manual of Tropical Housing and Building”, teori Fanger, Standar Amerika (ANSI/ASHRAE 55-1992) dan Standar Internasional untuk kenyamanan termis (ISO 7730:1994) serta menurut Humphreys dan Nicol memiliki pendapat tentang faktor kenyamanan termis yang terangkum dalam tabel berikut.

Tabel 1. Perbandingan Faktor Penentu Suhu Nyaman.

Szokolay Fanger, Standar Amerika (ANSI/ASHRAE 55-1992), Standar International (ISO 7730:1994) Humphreys dan Nicol
 

IKLIM

1.     Matahari (besarnya radiasi),

2.     Suhu udara,

3.     Angin (kecepatan udara),

4.     Kelembaban udara luar

 

FAKTOR INDIVIDU

1.      Pakaian

2.      Aklimatisasi

3.      Usia dan jenis kelamin

4.      Tingkat kegemukan

5.      Tingkat kesehatan

6.      Jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi

7.      Warna kulit (suku bangsa)

 

IKLIM

1.     Matahari (besarnya radiasi),

2.     Suhu udara,

3.     Angin (kecepatan udara),

4.     Kelembaban udara luar

 

FAKTOR INDIVIDU

1.     Aktifitas

2.     Pakaian

 

 

IKLIM

1.        Matahari (besarnya radiasi),

2.        Suhu udara,

3.        Angin (kecepatan udara),

4.        Kelembaban udara luar

5.        Aktifitas

6.        Pakaian

7.        Adaptasi individu

 

FAKTOR INDIVIDU

1.     Aktifitas

2.     Pakaian

3.     Adaptasi individu

 

LOKASI GEOGRAFIS

 

Pengendalian Faktor Iklim untuk Optimasi Kenyamanan Termal dan Pencahayaan Daylighting

Bagaimana usaha mengendalikan faktor-faktor iklim di atas untuk memperoleh kenyamanan termal di dalam bangunan? Salah satu caranya adalah dengan mengkondisikan lingkungan di dalam bangunan secara alami dengan pendekatan arsitektural.

1. Orientasi Bangunan

a. Orientasi Terhadap Matahari

Orientasi bangunan terhadap matahari akan menentukan besarnya radiasi matahari yang diterima bangunan. Semakin luas bidang yang menerima radiasi matahari secara langsung, maka semakin besar juga energi panas yang diterima bangunan. Dengan demikian, bagian bidang bangunan yang terluas sebaiknya mempunyai orientasi ke arah Utara-Selatan. Hal ini mengurangi kemungkinan bidang bangunan terpapar cahaya matahari langsung.

b. Orientasi Terhadap Angin (Ventilasi Silang)

Untuk daerah tropik basah seperti Indonesia, posisi bangunan yang melintang terhadap arah angin primer lebih dibutuhkan dari pada perlindungan terhadap radiasi matahari, sebab panas radiasi dapat dihalau oleh angin yang berhembus. Kecepatan angin dalam ruangan yang masih dipersepsikan sebagai nyaman adalah pada kecepatan 0,1 – 0,15 m/detik. Besarnya laju aliran udara tergantung pada:

  • Kecepatan angin bebas
  • Arah angin terhadap lubang ventilasi
  • Luas lubang ventilasi
  • Jarak antara lubang udara masuk dan keluar
  • Penghalang di dalam ruangan yang menghalangi udara

 

2. Elemen Arsitektur

a. Perlindungan Matahari

Apabila posisi bangunan menghadap ke arah Timur dan Barat, maka pandangan bebas jendela pada sisi ini harus dihindari karena radiasi panas akan secara langsung memasuki bangunan (melalui bukaan/kaca) dan akan menyebabkan kenaikan suhu dalam ruangan. Selain itu, akan timbul pula efek silau pada saat sudut matahari rendah. Berikut ini merupakan beberapa contoh elemen arsitektur yang sering digunakan sebagai pelindung terhadap radiasi matahari (solar shading devices).

Elemen Arsitektur (1) dan (2) akan efektif apabila digunakan pada bidang bangunan yang menghadap Utara-Selatan, sedangkan untuk elemen arsitektur (3), (4), (5), dan (6) akan lebih efektif digunakan pada bidang bangunan yang menghadap Timur-Barat (dapat juga mengurangi efek silau pada saat sudut matahari rendah). Elemen arsitektur (5) dan (6) juga dapat berfungsi sebagai Windbreak yang penting untuk daerah yang cenderung berangin.

Efektifitas pelindung matahari dinilai dengan angka shading coefficient (SC) yang menunjukkan besar energi matahari yang ditransmisikan ke dalam bangunan. Secara teori, apabila nilai SC sama dengan 1,0, maka dapat diartikan bahwa seluruh energi matahari ditransmisikan, contohnya pada penggunaan kaca jendela tanpa pelindung. Sebaliknya, apabila nilai SC sama dengan 0, maka tidak ada energi matahari yang ditransmisikan.

Gambar 2. Elemen Arsitektur sebagai Pelindung Radiasi Matahari [2]

 

3. Performa Insulasi Termal Bangunan

Panas dapat masuk ke dalam bangunan melalui beberapa proses yakni konduksi (lewat dinding, atap, jendela kaca) dan radiasi matahari yang ditransmisikan melalui jendela/kaca. Radiasi matahari memancarkan sinar ultra violet (6%), cahaya tampak (48%) dan sinar infra merah yang memberikan efek panas sangat besar (46%).

Masing-masing bahan bangunan mempunyai angka koefisien serapan kalor (%). Semakin besar serapan kalor, maka semakin besar pula panas yang diteruskan ke dalam ruangan. Bahan yang memiliki koefisien serapan kalor besar contohnya asber, genteng keramik merah, seng, selulose cat hitam, sedangkan contoh bahan dengan koefisien serapan kalor rendah seperti selulose cat putih.

Warna juga berpengaruh terhadap angka serapan kalor. Warna-warna muda memiliki angka serapan kalor yang lebih sedikit dari pada warna tua. Warna putih memiliki angka serapan kalor paling sedikit (10% – 15%), sebaliknya warna hitam dengan permukaan tekstur kasar dapat menyerap kalor sampai 95% [3] .

 

Faktor Kenyaman Termal Seseorang

Menurut SNI 03-6572-2001: Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi kenyamanan termal seseorang selain dari panas matahari, diantaranya:

1. Temperatur Udara Kering

Temperatur udara kering sangat besar pengaruhnya terhadap besar kecilnya kalor yang dilepas melalui penguapan (evaporasi) dan konveksi. Terdapat beberapa kategori yang menggambarkan kenyamanan seseorangan pada suhu tertentu, diantaranya:

1)    Sejuk nyaman, antara temperatur efektif 20.5oC – 22.8oC

2)    Nyaman optimal, antara temperatur efektif 22.8oC – 25.8oC

3)    Hangat nyaman, antara temperatur efektif 25.8oC – 27.1oC

Perlu dicatat bahwa kategori diatas cenderung digunakan pada daerah dengan iklim tropis.

 

2. Kelembaban Udara Relatif

Kelembaban udara relatif dalam ruangan adalah perbandingan antara jumlah uap air yang terkandung diudara dibandingkan dengan jumlah kandungan uap air pada keadaan jenuh pada temperatur udara ruangan tertentu.

Untuk daerah tropis, kelembaban udara relatif yang dianjurkan antara 40% – 50%, tetapi untuk ruangan dengan jumlah orang yang padat, kelembaban udara relatif yang masih diperbolehkan berkisar antara 55% – 60%.

 

3. Aktivitas Seseorang

Aktivitas seseorang juga mempengaruhi laju pertambahan kalor dalam ruang contohnya sedang duduk atau berjalan, melakukan aktivitas kerja berat atau ringan, melakukan aktivitas ditempat umum atau gedung akan menghasilkan kalor yang berbeda-beda.

 

4. Jenis Pakaian Yang Dipakai

Besarnya kalor yang dilepas oleh tubuh dipengaruhi oleh jenis pakaian yang sedang dipakai, terutama mengenai tebal bahan dan besar kecilnya isolasi termal dari bahan pakaian. Seseorang yang memakai baju sweater akan menghasilkan kalor yang berbeda apabila dibandingkan dengan seseorang yang memakai kaos berkerah dengan bahan yang berbeda [4] .

 


References

[1] Anonim, “Indonesia Energy Outlook 2009,” Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2009.
[2] M. D. Egan, Concepts in Thermal Comfort, London: Prentice-Hall International, 1975.
[3] Y. Mangunwijaya, Pengantar Fisika Bangunan, Jakarta: Djambatan, 1988.
[4] SNI. 03-6572-2001, Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara Pada Bangunan Gedung, Jakarta, 2001.

 

 

Share This News

Related Post

Sudut Pandang
Keahlian
Pekerjaan

Ikuti @altaintegra